Cerita Mereka di Moro – Kabupaten Kerimun, Mengumpulkan Batu Krikil Peluang Kerja Baru

Cerita Mereka di Moro – Kabupaten Kerimun,  Mengumpulkan Batu Krikil Peluang Kerja Baru

Foto: Kegiatan Kusum ketika mengais batu kerikil dan ditemani putrinya Usniati.

 

Koran Komunitas : Edisi 61 Tahun 2009

PAUH (Komunitas) : Sem­pitnya lapangan pekerjaan di kecamatan Moro Kabupten Karimun sampai saat ini, rupanya kian mendorong masyarakat disana untuk lebih proaktif lagi untuk berbuat, daripada harus me­nunggu program Pemerintah daerah dalam mengentas­kan kemiskinan.

Mungkin, kreatifitas tidak semestinya harus ditopang dengan modal materi, me­lain­kan dengan bermodalkan tekad dan kemauan kuat mencintai pekerjaan, besar harapan dapat menutupi sedikit kebutuhan sehari-hari.

Seperti halnya yang lakukan beberapa warga Desa Pauh, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka kuat menghadapi teriknya matahari setiap harinya dan dengan tekunnya mengum­pulkan batu-batu kerikil dipinggiran jalan. Bayang­kan, hanya bermodalkan potongan triplek atau peca­han plastik ember bekas dan karung plastik bekas, mere­ka bekerja mengais batu kerikil diatas tanah.

Sistem kerjanya mudah sekali, batu-batu kerikil tersebut dikais dengan lem­baran kecil triplek bekas lalu disaring dengan rak plastik bekas ukuran kecil untuk membuang tanah dan sam­pah juga ranting kayu, setelah itu batu dikumpulkan kedalam karung yang sudah disediakan. Setiap harinya, bagi dua orang pekerja laki-laki mampu mengumpulkan sebanyak satu mobil Pick up untuk dijual seharga Rp. 60 ribu kepada pembeli, yang biasanya telah memesan.

Namun berbeda dengan Kusum (39), Ibu yang selalu ditemani anak perempuannya Usniati (7) saat bekerja mengumpul batu, menga­takan kepada Komunitas dilokasi tempat ia bekerja dibilangan desa Pauh, menga­takan, bahwa setiap harinya ia mampu mengum­pulkan batu kerikil sebanyak se­tengah pick up, tetapi lain halnya jika hujan turun, maka untuk mengumpulkan sebanyak satu pick up batu kerikil bisa sampai 3 atau empat hari lamanya, barulah ia bisa mendapatkan uang Rp. 60 ribu dari hasil kerja.

Namun, dibalik keteku­nan Kusum bekerja me­ngum­pulkan batu krikil selama 9 tahun, rupanya ia lupa untuk menyekolahkan anak perempuannya yang telah berumur 7 tahun, dengan alasan tidak ada biaya sekolah. Realita Kusum ini ten­tunya mem­prihatikan sekali, agar ter­hindar dari keter­belakangan informasi, diminta kepada pihak terkait untuk dapat memberikan penyu­luhan tentang pentingnya pendi­dikan untuk anak dan dapat memfungsikan sistim kerja kelompok bagi pekerja pengumpul batu kerikil disana, dengan tujuan per­baikan ekonomi kerakyatan. (*)

 

Share This Post

Post Comment