Oleh : Gindo H Pakpahan
BINTAN – (KK) : Mungkin masih ingat berita media Massa yang mengenaskan dan menggemparkan publik, tentang si miskin bernama Busrin (48) yang berkerja sebagai kuli pasir, pada Oktober 2014 lalu di Probolinggo – Jawa Timur, divonis oleh Majelis Hakim PN Probolinggo dua tahun penjara dan Denda Rp. 2 Milyar subsider satu tahun kurungan atas kasus pencurian tiga batang pohon mangrove, hanya tiga batang pohon mangrove saja, itupun akan digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak di rumahnya.
Majelis hakim berpendapat, Busrin si miskin itu telah melanggar Pasal 35 huruf e,f dan g UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pasir dan Pulau-pulau Terluar. Majelis hakim juga menyatakan tidak ada alasan untuk memaafkan terdakwa, serta tidak ada alasan pembenaran untuk perbuatan terdakwa.
“Dengan adanya perbuatan terdakwa, yakni menebang pohon mangrove tersebut dapat menyebabkan perubahan fungsi lingkungan dalam skala yang luas apabila dilakukan secara terus-menerus dan merusak lingkungan ekologis alam, terjadinya akumulasi pencemaran dan menurunkan kualitas air,” demikian salah satu isi putusan majelis hakim seperti yang dimuat website Mahkamah Agung. Seperti dilansir pada http://regional.kompas.com
Kejadian tersebut membuktikan bahwa penegakkan hukum setegak-tegaknya di Negara ini tidak akan pernah memandang siapapun jika terbukti bersalah dan harus dihukum. Tetapi lain halnya di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, jelas-jelas ada pratik perusakkan hutan mangrove seluas 18 hektar yang diduga dilakukan oleh PT. Sinar Bodhi Cipta (SBC) di wilayah Tokojo, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur, sampai saat ini belum ada kabar pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan tersebut.
Padahal, kasus ini sudah dipermasalahkan dari bulan Mei 2014 lalu sampai saat ini.
Malahan, Komisi 1 Dewan Perwkilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Bintan sudah pernah melakukan Sidak ke lokasi tersebut Senin, (13/04/2015) dan Satpol PP Bidang Lingkungan Hidup pun telah memasang garis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Yang lebih mengherankan lagi, disinyalir lokasi seluas 18 Hektar tersebut ditimbun dengan alasan diperuntukan kawasan perumahan bagi warga nelayan yang kurang mampu. Tetapi realitas dilapangan, justeru telah dibangun pagar tembok setinggi lebih kurang 1,5 meter dan 2 meter menutupi lokasi tersebut.
Tentunya, keberadaan tembok tersebut perlu dipertanyakan juga, apakah pagar tembuk tersebut telah memliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Disisi lain masih belum diketahui maksud dan tujuan PT. SBC membangun tembok itu. Faktanya, keberadaan bangunan tembok itu terkesan untuk menutupi segala kegiatan yang ada lokasi tersebut.

Rasyid (40) salah satu warga Tokojo Kelurahan Kijang Kota Kabupaten Bintan timur, ketika minta komentarnya (04/03/2016) melalui pesan singat menyatakan sangat kecewa akan tindak Pidana yang diduga dilakukan oleh PT. SBC tersebut. Dan ia sangat berharap penegak hukum di Negara ini, dapat menegakkan “UU Nomor 27 tahun 2007. Tetntunya harapan Rasyid itu sama seperti penegakan hukum yang diberlakukan bagi si miskin bernama Busrin di Probolinggo – Jawa Timur.
sebagaimana dituangkan dalam pasal 35 huruf (f) dan (g) maka ketentuan pidananya tertuang dalam Pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Dari penjelasan UU tersebut, sebagai warga Negara Indonesia, tentunya tidak ada perbedaan Hukum antara Si miskin bernama Busrin di Probolinggo – Jawa Timur dengan PT. SBC yang diduga merusak hutan Mangrove di Kabupaten Bintan – Provinsi Kepri. Tetapi mengapa harus lambat ditindak, tidak seperti si miskin Busrin, ditangkap pada 16 Juli 2014 dan dijatukan hukuman pada 22 Oktober 2014.
Diminta kepada pihak penegak hukum di Provinsi Kepri, agar dapat membantu memproses kepastian hukum pidana yang berlaku.